BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Pers Mahasiswa merupakan sarana bagi mahasiswa untuk menyalurkan ide kreatif dalam bentuk tulisan dan melahirkan pikiran segar guna mengaktualisasikan diri dalam merespon permasalahan keumatan. keberadaan pers kampus dalam realita empiris sangat signifikan untuk mensosialisasikan alternatif pemikiran-pemikiran terhadap permasalahan-permasalahan yang telah berlangsung di tengah mahasiswa maupun masyarakat.
Pers Mahasiswa dalam pengertian sederhana adalah pers yang dikelola oleh mahasiswa. pers mahasiswa pada umumnya dalam fungsi dan persyaratannya yang harus dipenuhi pada dasranya tidak bebeda. perbedaan yang lahir adalah karena sifat kemahasiswaannya yang tercermin dalam bidang redaksional dan kepengurusannya. sifat kemahasiswaan ini lahir karena ia merupakan sekelompok pemuda yang mendapat pendidikan di perguruan tinggi.
Pada dasarnya fungsi pers
mahasiswa sama seperti fungsi pers umum, yaitu sebagai sarana pendidikan,
hiburan, informasi dan kontrol sosial. Posisi mahasiswa sebagai artikulator
antara pemerintah dan masyarakat, menjadikan ia sebagai sumber informasi yang
sangat berpengaruh dalam negara yang berkembang. Pers Kampus atau Pers
Mahasiswa harus peka terhadap perubahan kondisi sosial politik yang terjadi di
tanah air sekarang ini. Sebelum reformasi, pers mahasiswa dapat tampil sebagai
media alternatif. Saat itu pers mahasiswa masih dapat menyajikan berita atau
tulisan yang pedas, keras, dan kental dengan idealismenya.
Sejarah pers mahasiswa di
Indonesia bisa dibilang sama tuanya dengan sejarah gerakan mahasiswa itu
sendiri. Pers mahasiswa didefinisikan sebagai pers yang dikelola mahasiswa.
Namun rumusan ini memang kurang spesifik, karena ada berbagai macam pers
mahasiswa. Didik Supriyanto membedakan dua jenis pers mahasiswa. Pertama,
pers mahasiswa yang diterbitkan oleh mahasiswa di tingkat fakultas atau
jurusan. Penerbitan ini biasanya menyajikan hal-hal khusus yang berkaitan
dengan bidang studinya. Kedua, pers mahasiswa yang
diterbitkan di tingkat universitas. Penerbitan ini menyajikan hal-hal yang
bersifat umum. Pada tingkatan penerbitan (jurusan, fakultas, universitas) itu
dianggap tidak relevan. Yang dipandang lebih pas adalah dengan melihat langsung
dari materi isinya, apakah bersifat umum atau spesifik keilmuan. Dalam konteks
peran pers mahasiswa dalam gerakan mahasiswa, tentu yang lebih relevan adalah
pers mahasiswa yang isinya bersifat umum, tidak spesifik keilmuan.
Didik masih membedakan lagi “pers mahasiswa” dari “pers kampus” atau “pers kampus mahasiswa”. Pers kampus dikelola oleh dosen, sedangkan
pers kampus mahasiswa dikelola oleh dosen dan mahasiswa. Pers mahasiswa yang
dikelola oleh mahasiswa tanpa mempermasalahkan apakah pers mahasiswa itu
diterbitkan di dalam kampus atau di luar kampus. Selain itu, istilah pers
mahasiswa sendiri telah dikukuhkan oleh tokoh-tokoh pers mahasiswa tahun
1950-an, seperti Nugroho Notosusanto, Teuku Jacob, dan Koesnadi Hardjasoemantri,
ketika melahirkan Ikatan Wartawan Mahasiswa Indonesia (IWMI), Serikat Pers
Mahasiswa Indonesia (SPMI), yang keduanya lalu dilebur menjadi Ikatan Pers
Mahasiswa Indonesia (IPMI).
Menurut Nugroho Notosusanto, di
negeri-negeri yang sudah tua, yang tidak lagi underdeveloped, pers
mahasiswa sungguh-sungguh merupakan community paper dari pada
masyarakat mahasiswa. Ia tidak ambil bagian terhadap persoalan-persoalan
nasional atau setidaknya ia tidak ambil pusing. Namun di Indonesia dan
negeri-negeri lain yang baru lahir (new-born countries) di mana jumlah
kaum intelegensia sangat minim keadaannya lain. Kaum intelegensia sejak ia
masih menuntut ilmu sudah dituntut menyumbangkan pikiran, kepandaian,
pengetahuan, dan pertimbangannya.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Pers mahasiswa ini bisa ada di Universitas/kampus?
C. Batasan Masalah
Karena bagi mahasiswa untuk menyalurkan
ide kreatif dalam bentuk tulisan dan melahirkan pikiran segar guna
mengaktualisasikan diri dalam merespon permasalahan keumatan. Keberadaan pers
kampus dalam realita empiris sangat signifikan untuk mensosialisasi alternatif
pemikiran-pemikiran terhadap permasalahan-permasalahan yang tengah berlangsung
di tengah mahasiswa maupun masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pers
Pers
adalah kegiatan yang berhubungan dengan media dan masyarakat luas. Kegiatan
tersebut mengacu pada kegiatan jurnalistik yang sifatnya mencari, menggali,
mengumpulkan, mengolah materi, dan menerbitkannya berdasarkan sumber-sumber
yang terpercaya dan valid.
Pengertian
Pers menurut para ahli dengan bukunya “ Four
Theories of the Press” yang di tulis oleh Wilbur Schramm,dkk mengemukakan 4
teori terbesar di pers, yaitu the
authoritarian, the libertarian, the social responsibiliti, dan the soviet Communist theory. Ke empat
teori tersebut mengacu pada satyu pengertian pers sebagai pengamat, guru dan
forum yang menyampaikan pandangannya tentang banyak hal yang mengemukakan di
tengah-tengah masyarakat.
Sementara
McLuhan menuliskan dalam bukunya Understanding
Media terbitan 1996 mengenai pers sebagai the extended of man, yaitu yang
menghubungkan satu tempat dengan tempat lain dan peristiwa satu dengan
peristiwa lain pada momen yang bersamaan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Media Pergerakan
Pergerakan mahasiswa tidak bisa
dipungkiri telah melibatkan pers kampus di dalamnya. Sebab sebagai wadah
aspirasi mahasiswa pers kampus merupakan perwujudan dari sikap mahasiswa yang
ingin menata sebuah sitem dinamis dan bebas dari bentuk interfensi apapun.
Setiap pergerakan mahasiswa mempunyai jalur dan bentuk yang berbeda. Sebuah
forum pergerakan mahasiswa tentunya menjadikan ajang demonstrasi sebagai media
untuk melakukan pergerakannya. Namun pers kampus mempunyai jalur dan bentuk
tersendiri bukan melalui demonstrasi lapangan tapi pemberitaan dan penelusuran
.
Meski sering disebut bermain di
balik layar dari sebuah pergerakan mahasiswa namun kerja pers kampus sama
beratnya dengan pergerakan dan aksi lapangan semacam demonstrasi. Apalagi
dengan tuntutan harus menyampaikan informasi sejernih dan seakurat mungkin pers
kampus harus peka dan lebih berani daripada semua elemen pergerakan mahasiswa
umumnya. Seperti kata pepatah “mata pena
lebih tajam dari mata pedang” mungkin itulah yang menjadi kelebihan pers
kampus.
Menurut telaah Siregar (1983) pers mahasiswa di jaman
demokrasi liberal (1945-1959) ditandai dengan visi untuk pembangunan karakter
bangsa atau kita kenal dengan sebutan nation building. Sedang pada masa
demokrasi terpimpin (1959‑1965/66) keberadaan pers mahasiswa sarat dengan
pergolakan ideologi politik diantara para pelakunya.
Kehidupan pers mahasiswa di awal
Orde Baru sangat dinamis mereka menikmati kebebasan pers sepenuhnya. Sampai
dengan tahun 1974 pers mahasiswa hidup di luar lingkungan kampus. Kehidupan
mereka benar‑benar tergantung pada kemampuan mereka untuk dibeli oleh
masyarakat di luar kampus. Periode 1980‑an pers mahasiswa berada di kampus
kembali. Hal itu tidak bisa dilepaskan dari keadaan sistem politik waktu itu
yang mulai melakukan kontrol ketat atas pers mahasiswa. Pers mahasiswa yang
terbit di luar kampus menjadi pers umum, Sedang pers mahasiswa yang berada di
kampus diberi bantuan secara finansial oleh universitas untuk mendukung
kehidupannya. Pers mahasiswa pun mulai tergantung pada pihak universitas seiring
dengan ketergantungan itu visi mereka pun mulai mengalami perubahan.
B. Pers Kampus Sebagai Civil Society
Civil
society disini dimaksudkan sebagai wilayah‑wilayah kehidupan sosiai yang
terorganisasi dan bercirikan antara lain oleh kesukarelaan, keswasembadaan, dan
keswadayaan. Sebagai salah satu bentuk khusus dari lembaga pers, Pers mahasiswa
juga mempunyai peluang besar untuk membantu terciptanya suatu ruang publik yang
bebas bagi terjadinya dialog idiologis diantara berbagai kepentingan politis
yang ada di lingkungan mahasiswa sendiri.
Dengan
kebebasan yang dimilikinya pers mahasiswa bisa secara optimal melakukan
berbagai fungsi sosiologis ataupun ideologisnya. Hal ini disebabkan pers
mahasiswa mempunyai peran penting dalam mensosialisasikan nilai‑nilai tertentu di
masyarakatnya, Dari fungsi yang dijalankannya yaitu sebagai alat untuk
pengawasan lingkungan (surveillance of
the environment), menghubungkan bagian-bagian dalam masyarakat (correlation of the parts of society),
transmisi warisan sosial (transmission of
the social heritage), dan hiburan (entertainment).
Keberhasilan
pers mahasiswa dalam membantu menumbuhkembangkan civil society di Indonesia
akan dapat berhasil dengan baik apabila ia mampu menampilkan dirinya sebagai
pers mahasiswa yang benar-benar mampu memenuhi validitas kesahihannya Habermas
. Artinya pers mahasiswa harus mampu tampil secara profesional sebagaimana pers
umum. Tanpa profesionalitas itu pers mahasiswa memang hanya akan menjadi laboratorium
jurnalistik belaka.
C. Idealisme dan Ideologi Pers Kampus
Pers kampus sebagai bentuk
organisasi mandiri idealnya harus lembaga yang mampu memberikan informasi yang
jernih dan akurat tanpa ada manipulasi sedikit pun. Sekaligus menghapus
bayang-bayang kediktatoran penguasa yang selama ini mengintervensi segala
bentuk kekritisan. Baik di dalam tataran universitas maupun di lingkungan
masyarakat luas umumnya. Permasalahan signifikan yang dihadapi pers kampus
dalam perjuangannya tidak bisa dipungkiri masalah modal dan ruang. Adanya modal
akan tercipta ruang untuk berkreasi.
Modal adalah unsur sentral di
dalam perjalanan sebuah media penerbitan, di manapun. Modal berkaitan dengan
uang (money) dan uang adalah suatu
bentuk kekuasaan. Tidak dapat dipungkiri uang telah menjadi titik penentu
sebuah kekuasaan dewasa ini, dibuktikan dengan sebuah realita di masyarakat
yang menjadikan uang sebagai jangkar untuk menyambung kehidupan. Pers kampus
harus membakar lidahnya sendiri ketika pemodal (Rektorat) membatasi kinerja. Demi kelangsungan hidupnya sebuah pers
kampus banyak yang menodai ideologinya sendiri. Sebagai organisasi yang bisa
dikatakan independen modal utama sebenarnya bukan uang semata tapi sebuah pemikiran
yang logis dan kritis, Kerja keras menuju sebuah perubahan ke depan. Sebuah
pergerakan yang dinamis dan keinginan yang kuat itulah modal utama yang
sebenarnya, Dari situ pers kampus dapat mengembangkan dirinya sesuai
kreativitasnya untuk keluar dari bayang-bayang penguasa kampus.
Masuk ke dalam dunia bisnis
media adalah salah satu jalannya jelasnya dengan memperbanyak iklan dan
sponsor. Namun permasalahan utamanya akan kehilangan identitas dan jati dirinya
sebagai pers mahasiswa menjadi pers komersial. Ini umumnya yang selalu menjadi
pertimbangan dari kawan-kawan pers kampus yang ingin mencoba terjun ke dunia
bisnis media. Sekali terjebak dalam dunia bisnis ideologi akan dipertaruhkan.
Ideologi yang menekankan pers kampus adalah sebuah media mahasiswa alternatif
dan pergerakan yang menjauhkan diri dari segala bentuk interpensi terutama pihak
pemodal dan kaum kapitalis. Solusinya sebagian tidak bisa menutup diri terhadap
dunia bisnis. Namun penetapan batasan yang jelas menjadi kuncinya selama tidak
mengubah dan merusak tatanan dalam pers kampus itu sendiri. Kekuatan pers ini
hanyalah loyalitas dan dedikasi pengelolanya saja. Biaya yang kita keluarkan
ibarat biaya hidup sehari-hari saat kuliah saja. Namun untuk urusan keberanian
dengan tutup mata pun dapat didalilkan pers umum kalah dibanding pers
mahasiswa.
Sulit untuk tidak mengatakan
pers mahasiswa tidak signifikan. Mustahil pula untuk mengesampingkan peran pers
mahasiswa dalam proses berkembangnya aksi-aksi mahasiswa akhir-akhir ini. Dalam
kondisi seperti itu daya hidup pers mahasiswa kemudian justru terpelihara
karena keunikan posisinya. Mereka antara tergantung dan tidak tergantung. Jika
ada dana fakultas atau jurusan mereka tergantung. Tapi disebut tergantung sama
sekalipun tidak. Buktinya jika dananya kurang para pengelolanya akan melakukan
apa saja termasuk mencari utang.
D. Pers Mahasiswa Sesudah Kemerdekaan RI
Di zaman pendudukan Jepang karena
represi yang sangat keras praktis kiprah pers mahasiswa tak terdengar. Namun
ketika kemerdekaan Indonesia baru diproklamasikan para pemuda mempelopori
terbitnya suratkabar pembawa suara rakyat Republik Indonesia yang baru lahir
itu. Konferensi I bagi pers mahasiswa Indonesia di Yogyakarta pada 8 Agustus
1955 dihadiri wakil 10 majalah mahasiswa. Terpengaruh oleh organisasi di
kalangan pers umum konferensi itu menghasilkan dua organisasi IWMI dengan Ketua
T. Jacob dan SPMI dengan Ketua Nugroho Notosusanto. Konferensi juga berhasil
menyusun Anggaran Dasar IWMI dan SPMI, dan Kode Jurnalistik Mahasiswa. Pada
1957, SPMI dan IWMI mengikuti Konferensi Pers Mahasiswa Asia I di Manila, yang
diikuti wakil pers mahasiswa dari 10 negara. Konferensi itu menyetujui bahwa
dalam negara yang sedang berkembang dituntut peranan lebih banyak dari pers
mahasiswa untuk nation building. Pada 16-19 Juli 1958 diadakan Konferensi
Pers Mahasiswa Indonesia II yang meleburkan IWMI dan SPMI menjadi satu IPMI.
Jadi IPMI lahir pada akhir zaman Demokrasi Liberal dan awal Demokrasi Terpimpin
yang memberlakukan kontrol ketat terhadap kegiatan pers. Ini menjadi situasi
yang sulit buat IPMI dan anggota-anggotanya yang menyatakan diri “independen.’
Padahal pers umum waktu itu banyak menjadi suara kepentingan kelompok atau
partai politik. Pers mahasiswa pun mengalami banyak kemunduran.
Pada periode awal Orde Baru ini
pers mahasiswa kembali jaya. IPMI sebagai organisasi pers mahasiswa melibatkan
diri dalam politik dengan sekaligus menjadi Biro Penerangan dari Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia. IPMI waktu itu diakui sejajar dengan organisasi pers lain
oleh Departemen Penerangan RI. Hal itu menimbulkan dilema antara amatirisme dan
profesionalisme dan ramai diperdebatkan pada Kongres II IPMI di Kaliurang 28-30
Juli 1969. Namun bandul berayun mundur. Kebebasan yang dinikmati pada awal Orde
Baru makin surut dan rezim Orde Baru mulai menunjukkan watak otoriternya dengan
mengontrol aktivitas kemahasiswaan. Pemerintah mengeluarkan konsep back to
campus. Akibatnya, IPMI dan pers mahasiswa yang berada di luar kampus pun
mau tak mau sangat dipengaruhi suasana itu, Menerima konsep back to campus
untuk mempertahankan kelangsungan eksistensinya meski lewat perdebatan sengit.
Saat itu Harian KAMI melepaskan diri dari IPMI dan menyatakan diri
sebagai pers umum. Banyak penerbitan IPMI yang mati. Memang masih ada yang
bertahan, namun hanya pers mahasiswa yang kecil-kecil di dalam kampus. Tahun
1971-1974 adalah tahun kemunduran bagi pers mahasiswa.
Setelah Peristiwa 15 Januari
1974, sejumlah pers umum yang besar dibreidel oleh pemerintah. Sementara itu di
dalam kampus lahir sejumlah pers mahasiswa dan mereka diberi angin untuk hidup,
sebagai subsistem dari sistem pendidikan tinggi. Muncullah Suratkabar Kampus Salemba
(UI), Gelora Mahasiswa (UGM), Atmajaya (Unika Atmajaya), Derap
Mahasiswa (IKIP Yogyakarta), Arena (IAIN Yogyakarta), dan Airlangga
(Universitas Airlangga Surabaya). Seluruh pers mahasiswa yang terbit dalam
kampus itu mendapat subsidi dari universitas masing-masing minimal 50% dari
biaya penerbitannya, Sehingga terjadi ketergantungan pers mahasiswa pada
pimpinan universitas.
Baru pada akhir 1985 kehidupan
pers mahasiswa mulai bersemi lagi. Di UGM pada tahun 1986 terdapat 47
penerbitan fakultas dan jurusan, 26 di antaranya terus aktif minimal sekali
terbit tiap semester. Para pimpinan penerbitan ini mengadakan Seminar Pers
Mahasiswa Se-UGM dan menyepakati terbitnya media tingkat universitas berbentuk
majalah yang berorientasi pada intelektualisme.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pers mahasiswa sebagai wadah
aspirasi mahasiswa pers kampus merupakan perwujudan dari sikap mahasiswa yang
ingin menata sebuah sitem dinamis dan bebas dari bentuk interfensi apapun. Pers
mahasiswa di jaman demokrasi liberal ditandai dengan visi untuk pembangunan
karakter bangsa atau kita kenal dengan sebutan nation building, Sedang pada
masa demokrasi terpimpin keberadaan pers mahasiswa sarat dengan pergolakan
ideologi politik diantara para pelakunya. Pers mahasiswa sungguh-sungguh
merupakan community paper dari pada masyarakat mahasiswa. Ia tidak
ambil bagian terhadap persoalan-persoalan nasional atau setidaknya ia tidak ambil
pusing.
Persmahasiswa juga mempunyai peluang besar untuk membantu terciptanya suatu ruang
publik yang bebas bagi terjadinya dialog idiologis diantara berbagai
kepentingan politis yang ada di lingkungan mahasiswa sendiri. Pers mahasiswa
harus mampu tampil secara profesional sebagaimana pers umum. Tanpa
profesionalitas itu pers mahasiswa memang hanya akan menjadi laboratorium
jurnalistik belaka.
B. Saran
Jadi
para mahasiswa yang ingin menuangkan ide atau gagasan sebaiknya masuk di pers
mahasiswa, Karena pers mahasiswa sebagai bentuk organisasi mandiri idealnya
harus lembaga yang mampu memberikan informasi yang jernih dan akurat tanpa ada
manipulasi sedikit pun.