Universitas Siliwangi tahun akademik 2012-2013
Tasikmalaya
Oleh : Adi Martina Permana
“Setelah lebih dari satu dasawarsa proses reformasi berjalan di bumi Indonesia. ternyata, harus kita akui sampai saat ini bahwa peralihan dari sistem otoritarian ke system demokratik merupakan periode yang amat sulit bagi proses reformasi birokrasi karena memang hal ini memerlukan waktu. Apalagi, kalau dikaitkan dengan kualitas birokrasi pemerintahan maupun realisasi otonomi daerah, serta maraknya penyalahgunaan dalam wewenang pada birokrasi pemerintahan yang diperkirakan semakin sistemik dan bahkan merata ke daerah-daerah. Dan hal itupun sudah bukan menjadi rahasia khusus lagi, akan tetapi sudah menjadi rahasia umum. Birokrasi yang merupakan penyedia layanan terhadap masyarakat yang seharusnya mampu bersikap independent, dan tidak boleh terikat oleh berbagai kepentingan politik malah menjadi sebaliknya dan sangat jauh dari sebuah harapan dan cita-cita dari Reformasi.
“Setelah lebih dari satu dasawarsa proses reformasi berjalan di bumi Indonesia. ternyata, harus kita akui sampai saat ini bahwa peralihan dari sistem otoritarian ke system demokratik merupakan periode yang amat sulit bagi proses reformasi birokrasi karena memang hal ini memerlukan waktu. Apalagi, kalau dikaitkan dengan kualitas birokrasi pemerintahan maupun realisasi otonomi daerah, serta maraknya penyalahgunaan dalam wewenang pada birokrasi pemerintahan yang diperkirakan semakin sistemik dan bahkan merata ke daerah-daerah. Dan hal itupun sudah bukan menjadi rahasia khusus lagi, akan tetapi sudah menjadi rahasia umum. Birokrasi yang merupakan penyedia layanan terhadap masyarakat yang seharusnya mampu bersikap independent, dan tidak boleh terikat oleh berbagai kepentingan politik malah menjadi sebaliknya dan sangat jauh dari sebuah harapan dan cita-cita dari Reformasi.
Dan hari ini pun selama kurang lebih hampir 14 tahun reformasi berjalan
yang hampir mereformer semua elemenitas kelembagaan ternyata memang di tubuh
birokrasi sendiri belum mampu bersikap secara ideal didalam hal pelayanan
utamanya, maka hal ini menjadi pertanyaan bersar bagi rakyat bangsa ini, dan kita
seorang manusia yang sedikitnya cakap dan faham dalam bidang politis harus
mampu mengidentifikasi semua akar dari permasalahan yang ada dalam tubuh
birokrasi sendiri, apakah itu sistem’nya yang masih carut marut ? apakah para
birokratnya sendiri yang ikut merunyamkan semua lapisan sistem sehingga nama birokrasi
sendiri menjadi kurang harmonis di mata dan telinga serta benak rakayt
bangsa ini. Atau mungkin mereka kurang
faham ? yang jelas mereka bukan manusia bodoh dan tidak cakap dalam menyikapi
semua tugas yang menjadi sebuah kewajiban. (mungkin).
didalam proses reformasi birokrasi ini pun ada pengakuan yang dirasakan bahkan
diakui sedikitnya oleh pemerintah saat ini dengan mengembangkan Kementerian
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara menjadi Kementerian Negara PAN yang
terjadi pada Reformasi Birokrasi Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Pemerintah
mengangap didalam pengambangan terhadap hal itu akan mampu mengurangi serta
memberikan pelayanan secara idela dan tergolong cepat kepada masyarakat, padahal
secara fakta yang terjadi dilapangan ketika berjalan dalam pelayanan publik hal
itu sangat jauh dari semua prosedur reformasi yang dilakukan oleh pemerintah
itu sendiri. Problem ini bukan semata dari kesalahan sistem, bukan sebuah
kemandegan dari sebuah pencucian sistem yang tadinya mempunyai penilaian kotor
menjadi bersih dan suci. Kalau saya menilai secara fakta yang terjadi pada birokratnya sendiri sebagai
pelaksana dari sebuah sistem itu yang mesti dibenahi.
Melihat dari clutur di atas, sudah tampang jelas sekali ruang lingkup
dalam permasalahan yang ada di birokrasi sendiri terletak pada birokrat’nya,
maka seharusnya yang mesti menjadi fokus para birokrat adalah introfeksi diri,
bukan terletak pada pembenahan sistem, maka penting kiranya untuk mengeliminasi
sikap para birokrat yang sangat erat kaitanya dengan politik uang ialah sangat
perlu memperhatikan kode etik untuk mengimbangi segi negatif. Berdasarkan
pengertian birokrasi yang menyatakan bahwa birokrasi merupakan suatu
organisasi-organisasi yang didirikan secara resmi yang dibentuk untuk memaksimalkan
efisiensi dalam bidang administrasi dalam pemerintahan dan pembangunan yang
menyangkut kelembagaan, aparat, sistem dan prosedur dalam melaksanakan kegiatan
demi kepentingan umum atau masyarakat. Sistem dan prosedur merupakan suatu
kelompok khusus dalam masyarakat yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai
bersama.
Maka dengan etika, seluruh ketentuan-kententuan yang dibuat itu disebut
kode etik. Kode etik itu sendiri dapat memperkuat kepercayaan masyarakat dan
mendapat kepastian bahwa kepentingan terjamin. Jadi kode etik itu diibaratkan
kompas yang menunjukan arah moral dan menjamin mutu kelompok tersebut dalam hal
ini kelompok birokrasi dalam pemerintahan yang diminta masyarakat.
Pada umumnya, dalam penyusunan kode etik minimal didasari oleh empat
aspek pertimbangan sebagai berikut :
1.
Profesionalisme. Ialah keahlian khusus yang
dimiliki oleh seseorang baik yang diperolehnya dari pendidikan pormal serta
dari kompetensi dalam mengerjakan sesuatu.
2.
Akuntabilitas. Ialah kesanggupan seseorang
untuk mempertangung jawabkan apapun yang dilakukanyayang berkaitan dengan
profesi serta perananya sehingga ia dapat dipercaya
3.
Menjaga Kerahasiaan. Ialah sebuah kemampuan
memelihara kepercayaan dengan bersikap hati-hati dalam memberikan informasi.
4.
Independensi. Ialah mampu bersikap netral,
tidak melihat salah satu pihak, menyadari batas-batas dalam mengungkapkan
sesuatu juga merupakan salah satu pertimbangan kode etik.
Dengan
mengutip pendapat Max Weber seorang sosiolog Jerman, Tjokroamidjojo
(1984:72-73) mengemukakan ciri-ciri utama dari struktur birokrasi didalam tipe
idealnya, adalah :
Ø
Prinsip Pembagian Kerja. Adalah kegiatan-kegiatan
reguler yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan.
Ø
Struktur Hirarkis. Adalah pengorganisasian
jabatan-jabatan mengikuti prinsip hirarkis.
Ø
Aturan dan prosedur. Adalah pelaksana kegiatan
didasarkan pada suatu sistem peraturan yang konsisten.
Ø
Prinsip netral. Adalah pejabat yang ideal dalam
suatu birokrasi dengan melaksanakan kewajiban’nya sebagaimana mestinya.
Ø
Penempatan didasarkan atas karir. Adalah
penempatan kerja didalam organisasi birokrasi didasarkan pada kualifikasi
teknis.
Ø
Birokrasi murni. Adalah pengalaman menunjukan
bahwa tipe birokrasi yang murni dari suatu organisasi administrasi dilihat dari
segi teknis yang dapat memenuhi efisiensi tingkat tinggi.
Dengan demikian tampak
jelas. Kalau misalnya para birokrat bangsa ini mempunyai sikap yang sadar
terhadap peraturan serta prosedur penilaian masyarakat terhadap birokrasi tidak
akan berdampak negatif. Karena memang semuanya akan berjalan dengan baik,
sehingga birokrasi menjadi bersih dinamis dan bertangung jawab, dalam hal ini
tidak hanya cukup tangung jawab secara yuridis akan tetapi mempu bertangung
jawab secara moral.
Referensi :
ü Sistem Politik Indonesia/ A. Rahma H.I
ü www.wikipedia.