Madilog merupakan istilah baru dalam cara berpikir,
dengan menghubungkan ilmu bukti serta mengembangkan dengan jalan dan metode
yang sesuai dengan akar dan urat kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari
kebudayaan dunia. Bukti adalah fakta dan fakta adalah
lantainya ilmu bukti. Bagi filsafat, idealisme yang pokok dan pertama adalah
budi (mind), kesatuan, pikiran dan penginderaan. Filsafat materialisme
menganggap alam, benda dan realita nyata obyektif sekeliling sebagai yang ada,
yang pokok dan yang pertama.
Bagi Madilog yang pokok dan pertama adalah bukti, walau
belum dapat diterangkan secara rasional dan logika tapi jika fakta sebagai
landasan ilmu bukti itu ada secara konkrit, sekalipun ilmu pengetahuan secara rasional
belum dapat menjelaskannya dan belum dapat menjawab apa, mengapa dan bagaimana.
Semua karya Tan Malaka dan
permasalahannya didasari oleh kondisi Indonesia. Terutama rakyat Indonesia,
situasi dan kondisi nusantara serta kebudayaan, sejarah lalu diakhiri dengan
bagaimana mengarahkan pemecahan masalahnya. Cara tradisi nyata bangsa Indonesia
dengan latar belakang sejarahnya bukanlah cara berpikir yang teoritis dan untuk
mencapai Republik Indonesia sudah dia cetuskan sejak tahun 1925 lewat Naar de
Republiek Indonesia.
Jika membaca karya-karya Tan
Malaka yang meliputi semua bidang kemasyarakatan, kenegaraan, politik, ekonomi,
sosial, kebudayaan sampai kemiliteran (Gerpolek-Gerilya-Politik dan Ekonomi,
1948), maka akan ditemukan benang putih keilmiahan dan ke-Indonesia-an serta
benang merah kemandirian, sikap konsisten yang jelas dalam gagasan-gagasan
serta perjuangannya.
Disinilah dikerangkakan arti dan
daerahnya materialisme,
arti dan daerahnya dialektika, serta arti dan daerahnya
Logika.
Selain dari pada itu, akan dijelaskan pula seluk-beluk dan kena-mengenanya
materialisme, dialektika dan logika, satu sama lainnya.
Baikpun
materialisme ataupun dialektika, bahkan juga logika, masing-masing mempunyai
lapangan dan tafsiran berjenis-jenis. Materialisme itu bisa ditafsirkan dengan
cara yang mekanis secara mesin mati atau kematian mesin. Malah kaum mistika,
kaum gaibpun bisa mempergunakan materialisme itu, buat memperlihatkan
keulungan-sulapnya atau sulap-keulungannya.
Dialektika
yang berdasarkan pikiran dan kegaiban, yang pada Hegelisme melambung sampai ke
puncak, masih terus menerus dipakai sebagai perkakas buat meluhurkan rohani dan
merohanikan keluhuran. Pemikir borjuis dan pemikir
feodal bergantung pada dialektika mistika itu seperti seekor semut hanyut
bergantung pada sepotong rumput yang diayun-ayunkan gelombang.
Logika memuncak pada ilmu
bukti (Science) zaman sekarang dengan berjenis-jenis cabangnya ilmu itu.
Hasilnya berjenis-jenis ilmu itu meulungkan dan menunggalkan kemanjurannya
logika sebagai cara berpikir. Dengan begitu logika menyilaukan mata para
pemakai penonton logika itu serta melupakan batas dan kelemahannya logika itu.
Sebaliknya
pula beberapa kitab yang berdasarkan materialisme dialektika di Eropa dalam
keadaan menantang logika itu, lupa akan atau sedikit sekali memperhatikan
kepentingan logika itu. Buat Timur umumnya dan Indonesia khususnya, yang sampai
pada saat saya menulis kitab ini, masih gelap gulita, diselimuti macam-macam
ilmu kegaiban, maka logika itu masih barang baru, hangat perlu diketahui dan
dipahamkan bersama-sama dengan dialektika dan materialisme.
Tetapi
jangan pula kita sesat karena me-ulung logika dan menunggalkan logika itu
dengan tidak mengenal batas dan kelemahannya. Dalam kita ini logika dibentuk di
dalam iklim dialektik! keduanya, logika dan dialektika bergantung pada
materialisme. Sebaliknya pula materialisme ini bersangkut paut dengan logika
dan dialektika, seperti: materi, benda itu mempunyai sifat bergerak dan
berhenti, takluk pada hukumnya gerakan, yakni dialektika, serta hukum berhenti,
yakni logika.
Sampai lebih
dari pertengahan kitab ini, sampai kira-kira ke ujung bahagian logika, satu
bukupun, buat reference – catatan - tiada dipakai, karena memang tidak ada.
Semua catatan dipetik dari ingatan semata-mata. Di belakangnya saya mendapatkan
bermacam-macam buku yang perlu buat dipetik, dari peringatan tadi, bukunya
tiada terdapat di seluruh Jakarta. Bermula saya sandarkan seluruh isi kitab ini
pada ingatan jembatan keledai semata-mata, karena memang saya tiada berjumpa
dengan buku yang berkenaan. Tetapi sesudah lebih dari seperdua buku ditulis,
saya mendapatkan bahan tulisan yang bisa diperiksa benar tidaknya
sewaktu-waktu, yang bisa dipanjangkan atau dipendekkan menurut pilihan.
Dengan berlainnya keadaan memilih
dan menguji bahan itu sudahlah tentu isi seluruh buku bukan sifatnya, melainkan
bentuknya saja tidaklah lagi seimbang, harmonis dan tiada lagi sesuara. Walaupun saya mau merubah, saya tiada berdaya, karena bermacam-macam
buku buat bahan dari bahagian pertama itu, memang tiada bisa didapatkan. Saya
mesti menunggu sampai perang selesai, baru bisa didapatkan beberapa buku itu
…….yaitu kalau ada bahan penting pula fulus. Tetapi kalau Madilog
masih kekurangan bentuk, saya pikir dia tidak kekurangan sifat
Sumber :
Wiki dan
marxis