BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembagian kekuasaan pemerintahan
seperti didapat garis-garis besarnya dalam susunan ketatanegaraan menurut
Undang-Undang Dasar 1945 adalah bersumber kepada susunan ketatanegaraan
Indonesia asli, yang dipengaruhi besar oleh pikiran-pikiran falsafah negara
Inggris, Perancis, Arab, Amerika Serikat dan Soviet Rusia. Aliran pikiran itu
oleh Indonesia dan yang datang dari luar, diperhatikan sungguh-sungguh dalam
pengupasan ketatanegaraan ini, semata-mata untuk menjelaskan pembagian
kekuasaan pemerintahan menurut konstitusi proklamasi.
Pembagian
kekuasaan pemerintah Republik Indonesia 1945 berdasarkan ajaran pembagian
kekuasaan yang dikenal garis-garis besarnya dalam sejarah ketatanegaraan
Indonesia; tetapi pengaruh dari luar; diambil tindakan atas tiga kekuasaan,
yang dinamai Trias Politica, seperti dikenal dalam sejarah kontitusi di Eropa
Barat dan amerika Serikat.
Ajaran Trias
Politica diluar negeri pada hakikatnya mendahulukan dasar pembagian kekuasaan,
dan pembagian atas tiga cabang kekuasaan (Trias Politica) adalah hanya akibat
dari pemikiran ketatanegaraan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang
pemerintah dan untuk menjamin kebebasan rakyat yang terperintah.
Ajaran Trias
Politika dilahirkan oleh pemikir Inggris Jhon Locke dan oleh pemikir Perancis
de Montesquieu dijabarkan dalam bukunya L’Espris des Lois, yang mengandung
maksud bahwa kekuasaan masing-masing alat perlengkapan negara atau lembaga
negara yang menurut ajaran tersebut adalah :
a. Badan legislatif, yaitu badan yang bertugas
membentuk Undang-undang
b. Badan eksekutif yaitu badan yang bertugas
melaksanakan undang-undang
c. Badan judikatif, yaitu badan yang bertugas
mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan megadilinya.
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak menganut suatu sistem
negara manapun, tetapi adalah suatu sistem khas menurut kepribadian bangsa
indonesia, namun sistem ketatanegaraan Republik indonesia tidak terlepas dari
ajaran Trias Politica Montesquieu. Ajaran trias politica tersebut adalah ajaran
tentang pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga yaitu Legislatif, Eksekutif,
dan Judikatif yang kemudian masing-masing kekuasaan tersebut dalam
pelaksanaannya diserahkan kepada satu badan mandiri, artinya masing-masing
badan itu satu sama lain tidak dapat saling mempengaruhi dan tidak dapat saling
meminta pertanggung jawaban.
Apabila
ajaran trias politika diartikan suatu
ajaran pemisahan kekuasaan maka jelas Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran
tersbut, oleh karena memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan,
dan masing-masing kekuasaan negara tersebut pelaksanaannya diserahkan kepada
suatu alat perlengkapan negara.
Susunan
organisasi negara adalah alat-alat
perlengkapan negara atau lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 baik
baik sebelum maupun sesudah perubahan. Susunan organisasi negara yang diatur
dalam UUD 1945 sebelum perubahan yaitu :
(1) Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR)
(2) Presiden
(3) Dewan Pertimbagan Agung
(DPA)
(4) Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR)
(5) Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK)
(6) Mahkmah Agung (MA)
Badan-badan
kenegaraan itu disebut lembaga-lembaga Negara. Sebelum perubahan UUD 1945
lembaga-lembaga Negara tersebut diklasifikasikan, yaitu MPR adalah lembaga
tertinggi Negara, sedangkan lembaga-lembaga kenegaraan lainnya seperti
presiden, DPR, BPK, DPA dan MA disebut sebagai lembaga tinggi Negara.
Sementara
itu menurut hasil perubahan lembaga-lembaga negara yang terdapat dalam UUD 1945
adalah sebagai berikut:
(1) Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR)
(2) Presiden
(3) Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR)
(4) Dewan Perwakilan Daerah
(DPD)
(5) Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK)
(6) Mahkmah Agung (MA)
(7) Mahkamah Konstitusi (MK)
Secara
institusional, lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri
sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam
menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau
terpisah secara mutlak dengan lembaga negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD
1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan.
Dengan
perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada
jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan kekuasaan
diantara badan-badan kenegaraan yang ada, yaitu;
1. MPR, sebagai
pelaksana kedaulatan rakyat, mempunyai kekuasaan untuk menetapkan UUD, GBHN, memilih Presiden dan Wakil
Presiden serta mengubah UUD
3. Presiden, yang
berkedudukan dibawah MPR, mempunyai kekuasaan yang luas yang dapat digolongkan
kedalam beberapa jenis:
a. Kekuasaan penyelenggaran pemerintahan;
b.
Kekuasaan didalam bidang perundang undangan,
menetapakn PP, Perpu;
c. Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan
pemberian grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi;
d. Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu
menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain,
mengangkat duta dan konsul.
2.
DPR, sebagai pelaksana kedaulatan
rakyat mempunyai kekuasaan utama, yaitu kekuasaan membentuk undang-undang
(bersama-sama Presiden dan mengawasi tindakan presiden.
3. DPA, yang berkedudukan sebagai badan
penasehat Presiden, berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan presiden
dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah
4. BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR,
mempunyai kekuasaan untuk memeriksa tanggung jawab keuangan Negara dan hasil
pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.
5. MA, sebagai badan kehakiman yang
tertinggi yang didalam menjalankan tugasnya tidak boleh dipengaruhi oleh
kekuasaan pemerintah.
B. Setelah Perubahan
1. MPR, Lembaga tinggi negara sejajar
kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD,
MA, MK, BPK, menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN, menghilangkan
kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung
melalui pemilu), tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD, susunan
keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
2. DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat,
mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan
DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan
RUU, Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas
fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan
sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
3. DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah
akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat
nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat
sebagai anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan negara
Republik Indonesia, dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui
pemilu, mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan
kepentingan daerah.
4. BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD, berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan
keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan
kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, berkedudukan
di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi, mengintegrasi
peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke
dalam BPK.
5. Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan
presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden
dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial,
Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR, Membatasi masa jabatan presiden
maksimum menjadi dua periode saja, Kewenangan pengangkatan duta dan menerima
duta harus memperhatikan pertimbangan DPR, kewenangan pemberian grasi, amnesti
dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR, memperbaiki syarat dan
mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara
langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden
dalam masa jabatannya.
6. Mahkmah Agung, Lembaga negara yang melakukan
kekuasaan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan
untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)], berwenang mengadili
pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang
dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.di bawahnya terdapat badan-badan
peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama,
lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN),
badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara
dan lain-lain.
7. Mahkamah
Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the
guardian of the constitution), Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap
UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran
partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas
pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden
menurut UUD, Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing
oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga
mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif,
legislatif, dan eksekutif.
Atas dasar
itu, UUD 1945 meletakan asas dan ketentuan-ketentuan yang mengatur
hubungan-hubungan (kekuasaan) diantara lembaga-lembaga negara tersebut.
Hubungan –hubungan itu adakalanya bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak
bersifat timbal balik hanya sepihak atau searah saja.
BAB III
KESIMPULAN
Sistem pembagian kekuasaan di negara
Republik Indonesia jelas dipengaruhi oleh ajaran Trias Politica yang bertujuan
untuk memberantas tindakan sewenang-wenang penguasa dan untuk menjamin
kebebasan rakyat.
Undang-undang Dasar 1945 menganut
ajaran Trias Politica karena memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara
dipisah-pisahkan, dan masing-masing kekuasaan negara terdiri dari Badan
legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk Undang-undang, Badan eksekutif
yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-undang, Badan judikatif, yaitu
badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan
megadilinya
Menurut UUD 1945 penyelenggaran
negara pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara seperti
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkmah Agung
(MA), Mahkamah Konstitusi (MK).
Lembaga-lembaga negara merupakan
lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari
yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga
Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga negara lain,
hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan,
dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan
menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta
hubungan kekuasaan diantara badan-badan kenegaraan yang ada.
Sistem pembagian kekuasan yang di
anut oleh Republik Indonesia saat ini tidak tertutup kemungkinan akan berubah
sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, dengan di amandemen UUD 1945
tahun 1999-2004 menunjukan terjadinya perubahan dalam penyelenggaraan negara,
namun semua itu tetap dalam kerangka kedaulatan rakyat diatas segalanya.
DAFTAR PUSTAKA
1. C.S.T.
Kansil, Ilmu Negara, Jakarta, PT. Pradnya Paramita, 2007
2. Abdy
Yuhana, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, Bandung,
Fokusmedia, 2007
3. Soehino,
Hukum Tatanegara, Yogyakarta, Liberty, 1985
Negara merupakan organisasi
kekuasaan politik yang mengatur hampir setiap segi kehidupan warganya. Negara
meewujudkan kekuasaannya melalui berbagai instrumen peraturan, yang bersifat
mengikat dan memaksa. Meskipun kekuasaan negara sangat luas, akan tetapi perlu
adanya batas-batas kekuasaan negara. Batas-batas itu juga diperlukan agar tidak
terjadi kesewenang-wenangan negara terhadap rakyatnya. Untuk itulah diperlukan
konstitusi, yang berisi pembatasan kekuasaan negara dan perlindungan terhadap
hak-hak asasi warga negara.
inoputro(dot0com, kekuasaan
Pemerintah Indonesia menurut UUD 1945.
Mengingat luasnya kekuasaan negara,
maka perlu adanya sistem pemisahan kekuasaan. Hal itu agar tidak terjadi
pemusatan kekuasaan di satu tangan.
Menurut Montesquieu, kekuasaan
negara harus dipisahkan menjadi tiga macam fungsi kekuasaan, meliputi kekuasaan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Kekuasaan pemerintahan negara dalam arti
luas meliputi ketiga macam kekuasaan itu. Dalam arti sempit, kekuasaan
pemerintahan berarti kekuasaan eksekutif.
Pemegang kekuasaan legislatif atau
kekuasan untuk membuat undang-undang menurut UUD 1945 melibatkan Presiden dan
DPR. Setelah dilakukan amanden terhadap UUD 1945, terjadi pergeseran peranan
dalam pembuatan undang-undang. Sebelumnya, Presiden memegang kekuasaan
membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR. Setelah amandemen, DPR memegang
kekuasaan membentuk undang-undang. Rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
Pemegang kekuasaan eksekutif atau
kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang menurut UUD 1945 berada di tangan
Presiden. Inilah pengertian kekuasaan pemerintahan dalam arti sempit. Presiden
adalah kepala pemerintahan, yang dalam tugasnya dibantu oleh menteri-menteri.
Presiden bersama para menteri disebut kabinet.
Pemegang kekuasaan yudikatif atau
kekuasaan untuk mempertahankan undang-undang berada di tangan Mahkamah Agung
dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan meliputi peradilan
umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga peradilan
baru yang dibentuk sebagai hasil amandemen ketiga terhadap UUD 1945.
Indahnya dunia ketika kita dapat
saling berbagi. walaupun makalah ini jauh diatas kesempurnaan, tetapi saya harap makalah yang sudah saya share disini bermanfaat.
Oleh : Adi Martina Permana